Minggu, 10 Juli 2016

JAWABAN..Kenapa Lo Kurang Bahagia

Oleh Reza A.A Wattimena
Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya,
sedang di Jerman.

Eckhart Tolle menulis buku berjudul Jetzt, die Kraft der
Gegenwart pada 2010 lalu. Tolle mengajak kita untuk kembali
ke “saat ini”, yakni sepenuhnya berada pada momen, dimana
kita ada sekarang. Di dalam “saat ini”, kita akan menemukan
kebahagiaan, kebenaran, cinta, kedamaian, Tuhan,
kebebasan. Di “saat ini”, kita akan menemukan semua tujuan
hidup kita. Ketika orang meninggalkan “saat ini”, maka ia
masuk kembali ke dalam lingkaran penderitaan, kecemasan
dan ketakutan dalam hidupnya.
Jika kita berpikir secara jernih, kita akan sadar, bahwa yang
ada hanyalah saat ini. Tidak ada masa lalu dan tidak ada
masa depan. Masa lalu hanya merupakan kenangan. Masa
depan hanya merupakan harapan. Keduanya tidak nyata.
Masa lalu memberikan identitas pada diri kita. Masa depan
memberikan janji tentang hidup yang lebih baik. Namun, jika
dipikirkan secara jernih dan mendalam, keduanya tidak ada.
Keduanya adalah ilusi.
Banyak orang mengira, bahwa waktu adalah uang. Mereka
juga mengira, bahwa waktu adalah hal yang amat berharga.
Namun, sejatinya, waktu adalah ilusi. Ia tidak memiliki nilai
pada dirinya sendiri.
Yang justru amat berharga, menurut Tolle, adaah “saat ini”.
“Saat ini” adalah suatu keadaan yang lepas dari waktu.
Ketika kita memikirkan waktu, berarti juga memikirkan masa
lalu dan masa depan, kita akan kehilangan “saat ini”. Kita
akan kehilangan sesuatu yang amat berharga.
Banyak orang juga mengira, bahwa sukses itu ada di masa
depan. Jika kita belajar dan bekerja keras saat ini, maka kita
akan sukses di masa depan. Kita akan bahagia di masa
depan. Ini adalah pikiran yang salah. Ini hanya menciptakan
kecemasan dan penderitaan hidup.
Sukses hidup yang sejati adalah dengan menyadari “saat ini”.
Kebahagiaan hidup yang tak akan goyah adalah dengan
menyadari “saat ini”. Orang yang kehilangan “saat ini” akan
kembali masuk ke dalam kecemasan dan penderitaan hidup.
Padahal, yang ada sejatinya hanyalah “saat ini”. Yang lain
hanya ilusi.
Orang yang pikirannya dilempar antara masa lalu dan masa
depan tidak akan pernah menemukan kebahagiaan yang
sejati. Sayangnya, banyak orang hidup dengan pola semacam
ini. Hampir setiap detik, pikiran mereka dibuat cemas oleh
apa yang telah terjadi. Mereka juga terus memutar otak untuk
merencanakan masa depan.
Mereka hidup dalam tegangan. Stress dan depresi pun
akhirnya menimpa mereka. Namun, ketika mereka
melepaskan keterikatan pada masa lalu dan masa depan,
mereka lalu bisa kembali ke “saat ini”. Lalu, mereka akan
menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang sejati. Dengan
hati yang damai dan bahagia, mereka bisa memberikan cinta
dan perhatian kepada orang lain melalui tindakannya.
Berada “disini” juga amatlah penting. Ketika kita berada di
satu tempat, kita harus berusaha untuk berada di tempat itu
sepenuhnya. Namun, seringkali, karena berbagai alasan, kita
tidak suka pada tempat kita berada. Ada tiga pilihan: pindah
tempat, ubah situasi yang ada semampunya, atau tinggalkan
tempat itu. Mudah bukan?
Berada “disini” berarti juga berada di “saat ini”. Ini
membutuhkan penerimaan atas apa yang ada sekarang ini.
Apakah menerima berari pasrah dan menyerah pada
keadaan? Apakah berarti kita menjadi pengecut?
Ketika kita menerima keadaan sepenuhnya, segala pikiran
cemas dan takut lenyap. Kita lalu bisa tenang dan damai
mengalami apa yang terjadi. Pada titik ini, kesadaran kita
akan meningkat. Kita akan memiliki pikiran jernih untuk
menanggapi apa pun yang terjadi.
Pikiran menciptakan analisis dan pemahaman. Namun,
keduanya kerap berujung pada ketakutan dan kecemasan.
Ketika orang hidup “disini dan saat ini”, pikiran lenyap.
Kesadaran pun muncul dan berkembang, guna menanggapi
secara tepat dan jernih apa yang sedang terjadi.
Kekuatan terbesar manusia, menurut Tolle, adalah
kesadarannya. Orang bisa melakukan apapun secara tepat
sesuai dengan keadaan yang ada, ketika ia mampu
menggunakan kesadarannya secara penuh. Jadi, rumusnya
adalah: terima keadaan yang ada, lalu bertindak! Kesadaran
bisa digunakan, jika orang hidup di “saat ini”. Ia lalu bisa
hidup dengan perasaan mengalir yang penuh kedamaian dan
kebahagiaan, walaupun banyak tantangan menghadang.
Kehidupan adalah sebuah jaringan. Tidak ada satu hal pun di
alam semesta ini yang berada sendirian. Semuanya saling
terhubung satu sama lain, tanpa bisa dipisahkan. Perasaan
kesepian dan sendiri hanyalah ilusi, karena sejatinya, kita tak
pernah sendirian.
Segala masalah yang datang juga adalah bagian dari
jaringan kehidupan ini. Semuanya berguna dan berharga,
asal ditanggapi tidak melulu dengan pikiran yang analitis,
tetapi juga dengan kesadaran. Pikiran untuk menganalisis
digunakan seperlunya saja. Sisanya, orang perlu hidup
dengan menggunakan kesadarannya.
Pikiran itu memisahkan. Ia menganalisis dan memberi
penilaian baik-buruk, benar-salah, dan sebagainya. Ia adalah
alat yang berguna. Namun, jika orang hidup hanya dengan
menganalisis dan memisahkan, ia akan terus menderita
dalam hidupnya.
Pikiran (Gedanken) adalah bagian dari kesadaran
(Bewusstsein ). Kesadaran lebih besar dari pikiran. Di dalam
kesadaran, orang berhenti untuk menganalisis dan
memisahkan. Ia hanya ada “disini dan saat ini” dalam
hubungan dengan segala sesuatu yang ada.
Orang yang bisa menemukan dan menggunakan
kesadarannya tidak akan pernah merasa takut. Ia hidup tanpa
penilaian baik-buruk, benar-salah dan enak-tidak enak. Ia
melihat dan menerima apa yang ada “saat ini” sepenuhnya.
Ia lalu menemukan kekuatan dan kedamaian hati untuk
bertindak sesuai dengan keadaan yang ada.
Orang yang hidup di “saat ini” tidak akan pernah merasa
susah. Ia akan sadar, bahwa hidup tidaklah perlu terlalu
ngotot. Ia sadar akan aspek santai dan lucu dari kehidupan.
Bahkan, ia bisa sengaja merasa sedih, supaya bisa
menikmati kesedihan itu.
Ia juga sadar, bahwa kebahagiaan dan cinta yang sejati tidak
bisa dicari di luar sana. Keduanya ada di dalam hati
manusia. Cinta bukanlah perasaan, melainkan cara hidup
“saat ini”. Ia selalu ada. Tinggal kita saja yang mencoba
meraihnya.
Cinta dan kebahagiaan tidak pernah bisa hilang. Tidak ada
yang bisa mengambilnya, karena ia ada di dalam hati setiap
manusia. Ketika orang hidup “saat ini”, maka otomatis cinta
dan kebahagiaan akan muncul. Kesadaran akan “saat ini”
juga menghasilkan cinta dan kejernihan pikiran dalam hidup.
Penderitaan, kecemasan dan ketakutan akan muncul, ketika
orang meninggalkan “saat ini”. Ketika orang mengira, bahwa
masa lalu dan masa depan adalah nyata, maka ia akan
terjebak di dalam penderitaan. Pikirannya sibuk. Ia akan
menganalisis, memisahkan dan menilai. Ini menciptakan
penderitaan.
Pikiran menciptakan penilaian. Penilaian lalu melahirkan
keluhan atau pujian. Keduanya sama saja, karena keduanya
tidak berakar pada “saat ini”. Keduanya lahir dari penolakan
pada “saat ini”. Ketika keadaan menjadi sulit, ada tiga hal,
entah ubah situasinya, terima atau tinggalkan. Mengeluh
adalah tindakan sia-sia.
Kita harus belajar untuk hidup tanpa pikiran. Kita harus
belajar untuk menunda semua analisis dan penilaian kita.
Pikiran, analisis dan penilaian hanya digunakan seperlunya
saja untuk keperluan praktis, misalnya memasak, bekerja, dan
sebagainya. Ketika pikiran ditunda, yang muncul adalah
kesadaran. Kesadaran adalah “saat ini”, yakni sumber dari
segala kedamaian dan kebahagiaan manusia.
Masa lalu dan masa depan hanyalah alat yang bersifat
sementara. Kita perlu masa lalu, supaya kita bisa belajar dari
apa yang telah terjadi. Kita juga perlu masa depan, supaya
kita bisa membuat rencana kerja dan rencana hidup yang
tepat. Namun, keduanya perlu ditinggalkan, ketika kita tidak
lagi memerlukannya. Kita bisa meninggalkannya dengan
memasuki kesadaran kita, yakni “saat ini”.
Sejatinya, kita adalah manusia. Kita bukanlah mahluk pekerja
atau mahluk berpikir. Bekerja dan berpikir hanya merupakan
bagian dari diri kita. Kesadaran kita sebagai manusia lebih
luas dan lebih besar daripada pekerjaan dan pikiran kita.
Banyak orang hidup hanya untuk bekerja dan berpikir. Mereka
bekerja terlalu banyak. Mereka berpikir terlalu banyak.
Kesadaran mereka tidak tersentuh. Mereka pun lalu hidup
dalam penderitaan.
Kita juga senang sekali dengan definisi. Kita ingin memberi
nama pada segala sesuatu. Memberi nama, menurut Tolle,
juga berarti mengurung sesuatu itu. Memberi nama berarti
juga membangun penjara.
Di dalam definisi, kita juga memberi penilaian. Kita berpikir,
bahwa orang itu baik. Orang itu jahat. Hidup kita pun
dipenuhi dengan definisi dan penilaian. Kita tidak akan pernah
bahagia dengan cara hidup semacam ini.
Kita perlu belajar untuk menunda semua definisi dan
penilaian. Kita perlu belajar untuk membiarkan apa adanya,
tanpa definisi dan penilaian. Kita tidak perlu takut. Sebaliknya,
tanpa definisi dan penilaian, hidup kita akan damai dan
bahagia. Bukankah ini yang diinginkan semua orang?
Lalu, bagaimana jika ada orang yang sibuk menilai hidup
kita? Bagaimana jika ada orang yang mendefinisikan kita
melulu dengan pikiran mereka? Kita tidak perlu takut. Kita
bisa menanggapi, jika diperlukan. Jika tidak, kita bisa
membiarkan saja.
Orang yang menilai kita membangun penjara dalam pikiran
mereka. Mereka membatasi pikiran mereka sendiri. Mereka
tidak akan bisa menemukan kedamaian dan kebahagiaan.
Mereka kehilangan “saat ini”. Mereka juga kehilangan
kesadaran dirinya.
Dalam hubungan dengan orang lain, kita juga perlu sadar
akan “saat ini”. Dengan ini, kita bisa hadir sepenuhnya untuk
orang lain. Kita bisa memberikan diri kita seutuhnya untuk
membantu dia. Ketika kita kehilangan “saat ini”, hubungan
kita dengan orang lain pun dipenuhi dengan ingatan akan
masa lalu serta kecemasan akan masa datang. Ini bisa
merusak hubungan kita dengan orang itu.
Banyak orang sibuk mencari kebahagiaan di luar dirinya.
Mereka berpikir, uang, harta dan nama baik bisa memberikan
kebahagiaan. Namun, pikiran ini salah. Ia hanya
menghasilkan penderitaan.
Sejatinya, menurut Tolle, setiap orang sudah penuh dan
bahagia di dalam dirinya. Yang ia perlukan hanyalah
kesadaran akan “saat ini”. “Saat ini” akan menghasilkan
kesadaran. Orang yang hidup melulu dengan pikirannya akan
kehilangan kesadarannya. Ia akan hidup dalam kecemasan,
ketakutan dan penderitaan.
Kita bukanlah pikiran kita. Kita bukanlah kecemasan dan
ketakutan yang dihasilkan pikiran kita. Pikiran kita sementara.
Ia akan segera berlalu.
Kita adalah kesadaran kita. Itu lebih besar dan lebih agung
dari pikiran yang kita punya. Kesadaran kita memberikan
kedamaian. Ia memberikan cinta. Ia tidak menilai dan
mendefinisikan. Ia membiarkan segalanya ada dengan
ketulusan hati.
Orang yang bisa menunda semua pikirannya akan mencapai
pencerahan batin. Pencerahan batin berarti orang sudah
paham akan hakekat dari segala yang ada, termasuk hakekat
dari dirinya sendiri. Hakekat dari segala yang ada, menurut
Tolle, adalah kesadaran. Kesadaran itu merawat dan
membangun. Ia tidak menilai dan memisahkan.
Orang yang hidup dengan kesadarannya berarti hidup dalam
keterhubungan dengan alam semesta. Ia terhubung dengan
manusia lain. Ia terhubung dengan semua hewan. Ia
terhubung dengan semua tumbuhan. Ia terhubung dengan
semua benda yang ada.
Ia menggunakan pikirannya hanya pada saat-saat tertentu
saja. Ia tidak melihat dirinya sama dengan pikirannya. Ia
melihat dirinya lebih besar dari pikirannya. Ia akan mampu
hidup dalam aliran yang alamiah dalam hubungan dengan
orang lain.
Pikiran membuat orang tak mampu mencintai sepenuhnya.
Sebaliknya, kesadaran “saat ini” sejatinya adalah cinta tanpa
syarat. Ia memberikan tanpa mengharap apapun. Ia tidak
mengikat dan memenjara, melainkan merawat dan
membiarkan berkembang.
Dengan kesadarannya akan “saat ini”, orang bisa hidup
secara alamiah. Artinya, ia tidak melawan kehidupan,
melainkan mengalir bersama kehidupan itu sendiri. Ia tidak
sibuk menilai, apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau
salah. Jika orang sampai pada kesadaran akan “saat ini”,
tidak ada tegangan dan penderitaan lagi dalam hidupnya.
Apapun yang kita lawan pasti akan menguat. Apapun yang
kita tentang dan tolak justru semakin menguasai kita.
Sebaliknya, jika kita membiarkan segala sesuatu ada secara
alamiah, justru kita akan tidak akan mengalami tegangan dan
pertentangan. Jika kita tidak menolak apapun, maka kita akan
bisa mencapai kejernihan pikiran dan kedamaian hati.
Kita juga sering melihat orang-orang yang suka menjajah
orang lain. Mereka ingin dipatuhi. Mereka kerap sekali
bersembunyi di balik agama. Mereka juga suka
memanfaatkan orang lain, guna memuaskan diri mereka.
Menurut Tolle, orang-orang semacam ini hidup dalam
penderitaan yang besar. Mereka lemah dan menderita, maka
mereka menindas orang lain. Harapannya, dengan menindas
orang lain, penderitaan mereka berkurang. Namun, ini tak
akan pernah terjadi.
Banyak juga orang yang mengalami kecanduan. Mereka
kecanduan narkoba, alkohol, seks, belanja dan sebagainya.
Mereka seolah tidak dapat hidup, jika tidak memuaskan
kecanduannya. Kecanduan berakar pada penderitaan dan
berakhir pada penderitaan juga, jika dipuaskan.
Akar dari kecanduan adalah ketidakmampuan untuk hidup di
“saat ini”. Orang menjadi kecanduan untuk mengobati luka,
akibat masa lalunya. Orang menjadi kecanduan, karena ia
cemas akan masa depannya. Ketika ia melepaskan masa lalu
dan masa depannya, ia lalu bisa memasuki kesadaran akan
“saat ini”. Di detik itu, kecanduannya hilang.
Banyak orang juga mencari Tuhan di luar dirinya. Ini salah.
Tuhan ada di dalam hati setiap orang. Tuhan ada di dalam
kesadaran setiap orang. Tuhan ada di “saat ini”.
Segala ritual dan aturan agama hanya ada untuk membantu
kita menemukan Tuhan di dalam hati kita. Itu semua hanya
alat. Ia tidak boleh menjadi tujuan utama. Di dalam
kesadaran akan “saat ini”, kita akan menemukan surga,
nirvana, Tuhan dan kebahagiaan yang sejati.
Ketika kita sadar sepenuhnya akan “saat ini”, kita akan
berhenti berpikir. Kita berhenti menilai. Kita berhenti cemas
akan masa lalu dan masa depan. Kita akan sepenuhnya
sadar.
Pada keadaan itu, kita akan menjadi cinta itu sendiri. Cinta
sejati itu seperti matahari. Ia bersinar untuk semua, tanpa
kecuali. Cinta yang sejati diberikan untuk semua, tanpa
kecuali.
Cinta yang sejati dapat diperoleh, jika orang hidup di “saat
ini”. Cinta sejati berakar pada kesadaran. Ia tidak dapat
hilang. Ia tidak dapat diambil.
Orang yang hidup di “saat ini” berarti hidup secara asli. Ia
tidak memiliki kepura-puraan. Ia tidak memiliki kemunafikan.
Ia tidak takut akan penilaian dan definisi dari orang lain. Ia
sepenuhnya bebas dan damai. Lalu, ia bisa memberikan
kedamaian dan cinta pada orang lain dengan tulus.
Banyak orang juga berusaha mencari kebahagiaan. Namun,
sejatinya, kebahagiaan tidak bisa dicari. Orang yang mencari
kebahagiaan justru tidak akan pernah menemukan
kebahagiaan. Kebahagiaan hanya muncul, jika orang hidup
dengan kesadaran akan “saat ini”. Kesadaran ini sudah ada
di dalam diri manusia. Ia tidak akan bisa hancur, atau
diambil orang lain.
Dunia adalah cerminan dari kesadaran. Sejatinya, tidak ada
perbedaan antara kesadaran dan dunia. Keduanya adalah
satu dan sama. Pikiran dan bahasa yang memisahkan
keduanya.
Namun, banyak orang lupa dengan kesadarannya. Mereka
sibuk dengan pikirannya. Mereka sibuk menganalisis,
menebak, merencanakan dan mengkhawatirkan segalanya.
Ketika pikiran ditunda dan dihentikan, kesadaran muncul,
yakni kesadaran “saat ini”. Jika kesadaran dicapai, maka
dunia tidak lagi memiliki masalah dan penderitaan.
Lalu, apakan pikiran harus dibuang? Apakah kita harus
berhenti berpikir? Berhenti berpikir, menurut Tolle, tidaklah
mungkin dilakukan. Berpikir adalah bagian dari kodrat
manusia.
Namun, pikiran tidak boleh menguasai manusia. Manusia
adalah kesadarannya. Ini lebih luas dari pikiran. Pikiran
digunakan seperlunya saja untuk memenuhi kebutuhan
praktis. Selebihnya, orang perlu belajar untuk hidup dengan
kesadaran akan “saat ini”. Ia lalu akan menemukan
kebebasan yang sejati.
Sekarang ini, kita, sebagai manusia, harus mengubah cara
hidup kita. Kita harus melakukan revolusi hidup! Kita harus
belajar untuk menjaga jarak dari pikiran kita. Kita lalu harus
belajar untuk hidup dengan kesadaran akan “saat ini” di
dalam diri kita. Hanya dengan ini, kita bisa hidup dalam
hubungan yang damai dengan segala hal yang ada.
Alternatifnya adalah kehancuran.p .

2 komentar: